Selasa, 12 Februari 2013

Penghalusan Bahasa Saja *Anas Galang Kekuatan


Rakyat Kalbar—Langkah pengambilalihan kewenangan Anas Urbaningrum selaku Ketua Umum Partai Demokrat (PD), yang dilakukan Ketua Majelis Tinggi Partai, SBY, sudah diprediksi sejumlah pengamat politik. Salah satunya, Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP Untan Pontianak, Dr Erdi Msi.
“Ya sebenarnya, secara hakiki, pengambilalihan kewenangan itu adalah sama dengan pencopotan Ketua Umum. Itu cuma soal penghalusan bahasa dan etika politik saja," ujar Erdi kepada Rakyat Kalbar, Senin malam (11/2). 
Menurut Erdi, fenomena ini menunjukkan bahwa SBY sangat santun dalam berpolitik. Pencopotan secara langsung tentu akan meninggalkan kesan SBY, yang mantan tentara, adalah sosok pemimpin otoriter."Pengambilalihan kewenangan Ketua Umum Demokrat serta menyerahkan kewenangan itu kepada Majelis Tinggi dipimpin oleh SBY. Saya yakin, Majelis Tinggi dimaksud baru dibentuk dalam detik-detik menjelang rapat atau bahkan setelah rapat di Cikeas digelar, dengan menelisik sisi yang tidak atau belum diatur dalam AD/ADT partai," jelasnya.
Erdi memaparkan jika Anas Urbaningrum secara langsung dicopot dari jabatan Ketua Umum PD, justru itu melanggar AD/ART partai berlambang mercy tersebut. "Nah, oleh karena itu, SBY yang  mengambil langsung kendali Ketua Umum. Itu adalah sesuatu yang baru. Makanya saya menyayangkan pembentukan Majelis Tinggi yang bersifat dadakan itu," tuturnya.  
Sebenarnya, tambah Erdi, SBY tidak perlu membentuk Majelis Tinggi. Cukup memfungsikan diri sebagai Dewan Pembina yang selama ini sudah dikenal publik.
Ia menambahkan, selama ini, publik hanya tahu kalau SBY adalah Ketua Dewan Pembina PD. "Kalau tidak salah malam tanggal 7 February 2013 itu, publik disuguhkan dengan satu istilah baru pada tubuh PD, yakni Majelis Tinggi yang selama ini tidak pernah terdengar," jelasnya. 
Kecenderungan Anas, menurut Erdi,  akan sulit menghindar dari terpaan prahara Hambalang. Karena sudah sangat kuat diyakini oleh banyak kader PD. Oleh karena itu, beberapa kader kemudian berkicau di media dan menyampaikan rekomendasi agar Anas mundur dari jabatan Ketua Umum PD sendiri. 
"Saya yakin, kicauan itu juga membuat SBY risau. Sehingga mengaturnya dalam salah satu putusan Majelis Tinggi. Selain itu, mengatur kader yang boleh bicara di media. Hingga saya memaknai ungkapan itu sebagai, kader yang tidak ditunjuk tidak boleh berkomentar atau hadir dalam talk show di media," paparnya. 
Selain itu juga, seputar strategi pembersihan partai dengan mengharuskan kader menandatangani Pakta Integritas tapi melupakan Pemilu 2014 terlihat sebagai sesuatu yang paradoks.
"Saya pikir hal-hal yang tidak penting untuk diucapkan SBY di saat genting itu. Karena semua itu sebenarnya sudah harus dilakukan jauh hari sebelum partai ini besar. Sekarang, justru diketawakan orang karena mengembalikan sesuatu yang sudah terlewatkan," pikir Erdi. 
Ia berharap, semoga fenomena ini tidak berlanjut dan tidak terjadi pada Anas yang sudah jantan dan siap menghadapi pemeriksaan KPK dengan menyatakan dirinya bersih. 
"Bentuk keberanian Anas ini perlu diacungkan jempol, dan menurut saya sudah termasuk Pakta Integritas sebagaimana dimaksud oleh SBY. Hingga Anas berani menantang publik secara spektakuler dengan ungkapan bila satu rupiah  saja Anas korupsi ‘Gantung saya di Tiang Monas’,” analisa Erdi. 
Dia pun berharap, semoga deklarasi Anas itu bukan hanya gertakan. Tetapi mencerminkan pribadi Anas dan PD yang bebas KKN. Dan juga, tidak seperti yang ditudingkan oleh Nazaruddin, kader separtainya, bahwa Anas berada di balik skenario besar kasus korupsi Proyek Hambalang yang telah menyeret beberapa kader besar dari PD.“Termasuklah mantan Menpora,” pungkas Erdi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar