Jumat, 15 Februari 2013

Mereduksi Makna Valentine


 
Banyak versi mengenai asal mula munculnya hari Valentine. Ada cerita yang menyebutkan hari Valentine diambil dari seorang yang bernama Santo Valentine yang hidup sekitar abad ke-3 di Roma. Ketika itu kota Roma di bawah kekuasaan kaisar Claudius. Santo Valentine tidak begitu menyukai Kaisar Claudius. Rasa ketidaksukaan yang sama juga dirasakan oleh hampir seluruh rakyat Roma. Singkat cerita jadilah Santo Valentine menulis surat dengan kata-kata, “cinta dari Valentine-mu”. Surat itu ditulis pada hari dia akan dihukum mati, 14 Februari, 269 M.
Orang-orang Perancis dan Inggris percaya kalau 14 Februari adalah awal musim bagi burung-burung untuk mencari pasangan pasangannya. Bahkan hampir seluruh dunia percaya bahwa bulan Februari adalah bulannya cinta bagi para pasangan. Valentine days dijadikan momen untuk berbagi kasih-sayang. Spirit itulah yang sebenarnya dibawa oleh Santo Valentine.
Sayangnya, makna valentine days sepertinya sudah mengalami reduksi. Spirit kasih-sayang ‘dibatasi’ hanya pada pacar. Parahnya lagi malam valentine banyak disalahgunakan beberapa kalangan. Malam valentine sering dijadikan malam ‘esek-esek’. Banyak contoh, setiap malam valentine, para pemuda-pemudi digerebek oleh petugas Satpol-PP dan Polisi sedangkan merayakan malam valentine dengan melakukan seks bebas di hotel dan tempat-tempat kost.
Kondom menjadi komoditi yang aling digemari dan dicari menjelang malam valentin. Buktinya alat kontrasepsi yang dapat dibeli secara bebas ini laku keras di Pekanbaru. Ini membuktikan betapa telah rusaknya moral pada sebagian kalangan anak muda di negeri ini. Bagi sebagian orang valentine day atau hari kasih sayang kerap diidentikkan dengan berhubungan seks.
Di Kota Pontianak sendiri tingkat penjualan alat kontrasepsi di beberapa apotek dan toko asesoris seks, laris manis. Bahkan penjualannya melonjak hingga 500 persen. Penjualan meningkat semenjak pagi tadi, seperti penjualan di beberapa apotik yang ada di Kota Pontianak yang biasanya 50 pack sekarang bisa jadi 50 pack, katanya Erlin Sungkar, seorang penjaga salah satu apotek di Kota Pontianak.
Menurutnya fenomena yang terjadi jelang Valentine dan Tahun Baru, selain peningkatan, beberapa apotik yang dekat dengan kampus dan kost-kostan adalah apotek yang banyak diserbu pembeli, yang notabene adalah anak SMP-SMA dan mahasiswa. Mirisnya banyak anak-anak kecil SMP dan SMA yang beli dan sudah tidak malu-malu lagi, tutur Erlin.
Realitas seperti ini tentu menyedihkan. Hilangnya rasa malu pada generasi muda. Fenomena ini sangat mengkhawatirkan. Lebih jauh tentu ini akan berdampak buruk bagi keberlangsungan moral bangsa. Karena itu, perlu ada upaya sungguh-sungguh untuk mengembalikan makna valentine menjadi makna yang lebih positif yang tak melanggar norma-norma kesusilaan.
Spirit valentine adalah spirit kasih-sayang. Kasih-sayang bersifat universal, tak hanya dibatasi pada pasangan, pacar, atau keluarga. Cukup dengan cara selalu menghormati dan menghargai sesama. Lagi pula kasih-sayang itu tak hanya di tanggal 14 Februari, tetapi setiap hari kita bisa memberikan kasih sayang kepada semua makhluk. (Sahirul Hakim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar